Jumat, 17 November 2017

Dampak Perubahan Iklim terhadap Satwa



Perubahan iklim merupakan ancaman sangat serius terhadap seluruh keanekaragaman di bumi. Berbagai studi pemantauan dampak perubahan iklim terhadap kelangsungan hidup berbagai spesies (burung, mamalia laut,orang utan) sehingga pola serta prakiraan kepunahan yang semakin jelas & mengkhawatirkan. Perubahan iklim berskala menengah (“mid-range”: peningkatan suhu secara global antara 1.8-2.0 ° C sehingga  meningkatkan laju kepunahan. 

Dampak perubahan iklim terhadap keanekaragaman hayati, khususnya terhadap pola sebaran dan kelimpahan satwa burung sedunia. Burung bermanfaat sebagai indikator yang memadai mengenai adanya perubahan lingkungan dan perubahan iklim yang menimbulkan kekuatan rangkaian pergerakan yang berdampak terhadap ekosistem di seluruh dunia. Semakin banyak bukti yang ditemukan tentang dampak negatif terhadap satwa burung (perilaku, berkembang biak, kemampuan bertahan hidup).

Pemantauan Bolger dkk, 2005 terhadap satwa burung setempat di California memberikan ilustrasi adanya kerusakan yang hebat akibat pengaruh iklim yang ekstrim. Di kawasan kering California telah terjadi musim kering yang ekstrim pada tahun 2002 sehingga menurunkan  keberhasilan perkembang biakan burung-burung hingga 97%. Perubahan iklim juga berdampak pada mamalia laut (ex paus dan lumba-lumba).
Berdasarkan pemantauan biota laut oleh WWF yang dilaksanakan oleh Elliot dan Simmonds, 2007 telah dianalisis dan diperkirakan sejumlah dampak. Dampak secara langsung ditimbulkan oleh perubahan temperatur yang mendorong perubahan pola distribusi. Beberapa jenis mamalia laut berpindah menuju habitat optimal yang tersisa.  Dampak secara tidak langsung yaitu meningkatnya kerentanan terhadap penyakit dan kontaminan serta perubahan ketersediaan dan kelimpahan sumber pakan.

Perubahan iklim diduga memberikan dampak pola migrasi beberapa jenis mamalia laut. Jenis-jenis paus tertentu memang memerlukan habitat khusus untuk melakukan pencarian pakan. Pada gilirannya pola migrasi dapat mempengaruhi penyebaran virus dan introduksi kuman penyakit, padahal kelompok mamalia laut belum tentu memiliki kekebalan tubuh untuk menghadapi kondisi tersebut.

Perubahan iklim juga memainkan peran penting terhadap hilangnya orang utan Kalimantan dan di masa mendatang dapat meningkatkan keterancaman spesies ini. Kekeringan yang luas yang terjadi di Kalimantan pada tahun 1997/1998 sebagai akibat adanya El Nino telah menyebabkan terjadinya kebakaran hutan terbesar yang pernah ada. Acuan penting adalah pemantauan jangka panjang yang sempat dibukukan oleh Rijksen dan Meijaard, 1999, berjudul “Our Vanishing Relative : The status of wild Orang Utans at close of twentieth century.”

Data yang dipublikasikan menunjukkan sekiatar 33% populsi orangutan Kalimantan telah hilang selama kebakaran hutan periode tahun 1990an. Perubahan iklim juga diprakirakan akan memberikan dampak terhadap orang utan secara tidak langsung misalnya terhadap ketersediaan sumber dan kelimpahan pakan karena terpengaruhnya sistim perbungaan dan perbuahan pohon yang menjadi sumber pakannya. Penelitian Wulffraat, Tatenkeng dan Salodari dari WWF indonesia, yg dipublikasikan tahun 2006 menunjukkan bahwa pola pembuahan pohon hutan telah berubah. Musim kemarau yang luar biasa kering dan panjang yang terjadi pada tahun 1997/1998 mengakibatkan produksi buah hutan sangat tinggi di Kalimantan Timur. Namun, setelah periode berbuah intensif ini selesai, beberapa tahun produksi buah di hutan turun dibawah tingkat normal sehingga ketersediaan pakan bagi sejumlah jenis satwa menjadi berkurang .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar